1. Pengertian
Motivasi Belajar
Istilah
motivasi berasal dari kata Latin, molvere, yang dalam bahasa Inggris
disebut to move yang artinya bergerak. Secara lebih lengkap motivasi
berarti proses kejiwaan yang merupakan tujuan dan arah dari setiap perilaku.
Motivasi juga diartikan ssebagai objek tindakan seseorang, atau hal yang
menggerakkan seseorang untuk bertindak, atau niat, satau sesuatu yang
memberikan tenaga, mengarah dan memertahankan gelagat (perilaku) manusia, usaha
dalaman (inner strivings).[1]
“Pengertian
dasar motivasi ialah keadaan internal organism baik manusia ataupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.”[2]
Menurut
James O. Whittaker (Wasty Soemanto: 2006), “motivasi adalah kondisi-kondisi
atau keadaan yang mengaktifkan atau member dorongan kepada makhluk untuk
bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.”[3]
Menurut
Clifford T. Morgan (Wasty Soemanto: 2006), “motivasi bertalian dengan tiga hal
yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut ialah:
keadaan yang mendorong tingkah laku (motivated states), tingkah laku
yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari tingkah laku tersebut (goals
or ends of such behavior).[4]
Frederick
J. McDonald mengemukakan bahwa motivasi adalah “perubahan tenaga di dalam diri
seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dari reaksi-reaksi mencapai
tujuan”[5]
“Motivasi
dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian
suatu tujuan tertentu.”[6]
Motivasi
berbeda dengan motif. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan. Motiv masih bersifat potensial, sedangkan
aktualisasinya dinamakan motivasi, serta pada umumnya diwujudkan dalam bentuk
perbuatan nyata, jadi motivasi adalah keinginan, atau dorongan. Motivasi adalah
unsure penentu yang mempengaruhi perilaku yang terdapat dalam setiap individu.
Motivasi juga merupakan daya penggerak aktif, yang terjadi pada saat tertentu,
terutama jika kebutuhan untuk mencapai tujuan dirasakan atau mendesak.[7]
Motivasi
merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke
arah tujuan. Dengan demikian motivasi mempunyai tiga aspek. Pertama, keadaan
tergolong dalam diri organism (a driving state), yaitu kesiapan bergerak
karena kebutuhan. Misalnya, kebutuhan jasmani, karena lingkungan, atau karena
keadaan mental seperti berfikir dan ingatan. Kedua, perilaku yang timbul
dan terarah karena keadaan ini. Ketiga, goal atau tujuan yang dituju
oleh perilaku tersebut.[8]
Adapun
mengenai pengertian belajar, menurut Kamus Bahasa Indonesia,
belajar artinya berusaha, berlatih untuk mendapat pengetahuan.[9]
James
O. Wittaker mendefinisikan belajar sebagai proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman, “Learning may be
defined as the process by which behavior originates or is altered through
training or experience.”[10]
Senada
dengan pengertian di atas, Cronbach mengemukakan bahwa “Learning is shown by
change in behavior as a result of experience”, (Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman).[11]
Disamping
itu, Howard L. Kingsley mengemukakan, “Learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or
training,”artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian
luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.[12]
Menurut
Thorndike, “belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan
reaksi.[13]
Belajar
adalah usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi atau
situasi-situasi di sekitar kita.[14]
Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut aliran Behaviourisme.
Bagi
aliran Psycho refleksiologi, belajar dipandangnya sebagai usaha untuk membentuk
reflek-reflek baru. Bagi aliran ini belajar adalah perbuatan yang berwujud
rentetan dengan gerak reflek itu dapat menimbulkan reflek-reflek buatan.[15]
Belajar
adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Pendapat ini dikemukakan
oleh para ahli psikologi assosiasi. Peristiwa belajar dipandangnya sebagai
peristiwa menghadapi masalah-masalah berdasarkan tanggapan-tanggapan yang telah
ada. Orang mendapatkan hubungan antara tanggapan-tanggapan itu dan hubungan
antara tanggapan-tanggapan dengan obyek yang dipecahkan.[16]
Belajar
adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif di sini ialah, bukan hanya
aktivitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas-aktivitas
mental, seperti proses berpikir, mengingat dan sebagainya. Pandangan ini pada
umumnya dikemukakan oleh para ahli psikologi Gestalt.[17]
Belajar
adalah usaha untuk mengatasi ketegangan-ketegangan psikologis. Bila orang ingin
mencapai tujuan, dan ternyata mendapat rintangan, maka hal ini menimbulkan
ketegangan. Ketegangan itu baru bisa berkurang bila rintangan itu diatasi, dan
usaha mengatasi inilah yang dinamakan belajar. Pendapat ini pada umumnya
dikemukakan oleh para pengikut psikologi – dalam atau mereka yang
bergerak dalam lapangan psikologi klinis.[18]
Disamping
itu, menurut Skinner yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology The Teaching Learning
Process berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[19]
Sedangkan
Hintzman dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory berpendapat learning is a change in organism due to
experience which can affect the organism’s behavior artinya belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan)
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut. Dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman
tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.[20]
Senada
dengan pengertian di atas, Witting dalam bukunya Psychology Of Learning mendefinisikan
bahwa belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.[21]
Adapun
Reber dalam kamus susunannya yaitu Dictionary Of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi, yaitu :
a.
Belajar adalah the process
of acquiring knowledge yakni proses memperoleh pengetahuan
b.
Belajar adalah a
relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of
reinforced practice yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif
tetap sebagai hasil praktik yang diperkuat.
Disamping itu, Chaplin dalam Dictionary
of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama
berbunyi: “…acquisition of any relativey permanent change in behavior as a
result of practice and experience” (Belajar adalah perolehan perubahan
tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman).
Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a result of
special practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai
akibat adanya latihan khusus).[22]
Lain halnya dengan Biggs dalam
pendahuluan Teaching for Learning: The View from Cognitive Psychology mendefiniskan
belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu :
a.
Secara kuanitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak –
banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi
yang dikuasai siswa
b.
Secara institusional (tinjauan kelembagaan),
belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap
penguasaan siswa atas materi – materi yang telah ia pelajari ukurannya, semakin
baik mutu guru mengajar aka semakin baik pula utu perolehan siswa yang kemudian
dinyatakan dalam bentuk skor.
c.
Secara kualitatif (tinjauan mutu), belajar adalah proses memperoleh arti –
arti dan pemahaman – pemahaman serta cara – cara menafsirkan dunia disekeliling
siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapi
siswa.[23]
Berdasarkan berbagai
definisi yang telah dikemukakan di atas, secara umum belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
2.
Tujuan dan Fungsi Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan
motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan
dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu.
Adapun fungsi motivasi akan senantiasa
menentukan intensitas usaha atau kegiatan seseorang. Motivasi berkaitan dengan
tujuan/maksud. Motivasi mempengaruhi adanya kegiatan, sehingga ada 3 (tiga)
fungsi motivasi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Mendorong manusia untuk berbuat
b.
Menentukan arah perbuatan
c.
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan
perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan secara serasi guna mencapai tujuan
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
3. Jenis-jenis
Motivasi
Motivasi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi intrinsic; 2) motivasi
ekstrinsik.
Motivasi intrinsik, adalah hal dan
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsic siswa adalah
perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya
untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Adapun motivasi ekstrinsik
adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,
peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru, dan seterusnya
merupakan contoh-contoh konkret motivasi, baik bersifat internal maupun yang
bersifat eksternal, akan menyebabkan bersemangatnya siswa dalam melakukan
proses mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
4. Teori
Motivasi
Ada
beberapa teori yang dapat menggambarkan tentang bagaimana motivasi yang
sebenarnya.
a.
Teori Hedonisme
Menurut
pandangan hedonism, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan
kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan. Oleh karena itu, setiap
menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih
alternative pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan daripada yang
mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan, dan sebagainya.
b.
Teori Naluri
Pada dasarnya manusia memiliki tiga
dorongan nafsu pokok, yang dalam hal ini disebut juga naluri yaitu : (a)
dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri, (b) dorongan nafsu (naluri)
mengembangkan diri, (c) dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan
jenis. Menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri
mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
c.
Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori
ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri,
tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di
tempat orang itu hidup. Teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan.
d.
Teori Daya Pendorong
Teori
ini merupakan perpaduan antara “teori naluri” dengan “teori reaksi yang
dipelajari”. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan
kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
e.
Teori Kebutuhan (A. Maslow)
Teori
motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini
beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adlah
untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.
f.
Teori Motif Berprestasi
Pelopor
teori ini adalah McClelland, menurut teori ini perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk berprestasi sebaik mungkin
dalam mencapai tujuan.
g.
Teori Penguatan (Skinner)
Menurut
teori ini, kuat atau lemahnya dorongan bagi seseorang melakukan suatu tindakan
tergantung pada faktor-faktor yang memperkuat atau memperlemah dari hasil
tindakannya. Prinsip ini oleh Skinner disebut sebagai operant conditioning.
5. Prinsip-prinsip
Motivasi
Beberapa
konsep dan teori yang telah dikemukakan di atas, dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan dalam mewujudkan berbagai upaya memberikan motivasi. Berdasarkan
hal itu, beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara
lain :
a.
Prinsip kompetisi
Yang
dimaksud dengan prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter
maupun antar pribadi.
b.
Prinsip pemacu
Dorongan
untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu.
Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan, percontohan,
dsb..
c.
Prinsip ganjaran dan hukuman
Ganjaran
yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan
tindakan yang dilakukan. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diberikan
ganjaran yang memadai, cenderung akan meningkatkan motivasi. Demikian pula
hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan
tindakan yang menyebabkan hukuman itu. Hal yang harus diingat adalah agar
ganjaran dan hukuman itu dapat diterapkan secara tepat agar benar-benar
dirasakan oleh yang bersangkutan sehingga dapat memberikan motivasi.
d.
Kejelasan dan kedekatan tujuan
Makin
jelas dan makin dekat suatu tujuan maka akan makin mendorong seseorang
melakukan tindakan.
e.
Pemahaman hasil
Hasil
yang dicapai seseorang merupakan balikan dari upaya yang telah dilakukannya,
dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya.
Perasaan sukses yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu
memelihara dan meningkatkan unjuk kerjanya lebih lanjut.
f.
Pengembangan minat
Minat
dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu
objek. Prinsip dasarnya adalah bahwa motivasi seseorang cenderung akan
meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan
tindakannya.
g.
Lingkungan yang kondusif
Lingkungan
kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, social maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Berbagai macam faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Keluarga
. Orang tua yang mempunyai pengaruh yang
baik akan menimbulkan persepsi yang positif dan menumbuhkan semangat dan
motivasi untuk belajar. Pengaruh orang tua dapat berupa pemberian latihan dan
contoh perbuatan belajar, keakraban orang tua dan anak serta kesesuaian antara
harapan orang tua dengan kemampuan anak
b. Faktor sekolah atau lingkungan sekolah
Suasana di sekolah juga penting dalam
menumbuhkan motivasi belajar siswa. Pembentukan motivasi belajar di sekolah
ditentukan oleh guru, karyawan, sekolah dan lingkungan sekolah. Penyediaan
fasilitas yang diperlukan juga akan sangat membantu pembentukan motivasi
belajar siswa, seperti perpustakaan dan laboratorium. Adanya persepsi yang
positif terhadap lingkungan (fisik dan sosial) akan memudahkan siswa belajar
dengan baik karena lingkungan dianggap dapat memberikan dukungan terhadap
proses belajar.
c. Faktor masyarakat
Usaha membangkitkan motivasi belajar juga
menjadi tugas pemerintah dan masyarakat. Misalnya dengan mengadakan taman
bacaan/ perpusatakaan dengan koleksi referensi yang bermutu, penyelenggaraan pendidikan
praktis di televisi dan sebagainya.
7. Karakteristik Motivasi Belajar
Ada tiga karakteristik motivasi belajar
dalam diri siswa, yaitu :
a. Minat dalam Belajar, siswa
yang memiliki motivasi belajar yang kuat akan menampakkan minat yang besar
untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan pelajaran-pelajaran yang diterimanya
disekolah dan selalu berusaha mempelajarinya kembali.
b. Konsentrasi terhadap Pelajaran, siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan senantiasa
mengkonsentrasikan pikirannya pada pelajarannya di sekolah, konsentrasinya
tidak terpecah pada hal-hal di luar sekolah.
c. Ketekunan dalam belajar, siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi menunjukkan adanya ketekunan dalam
belajar serta tidak mudah putus asa dalam hal belajar.
[1] LPP-SDM, (ed), “Motivasi”.,
Ensiklopedi Pendidikan Islam (Pendidik dan Peserta Didik), Depok: CV
Binamuda Ciptakreasi, 2010), jilid 5, hlm.103.
[2] Tim
Muhuibbin Syah, Psikologo Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), cet. ke-1, hlm. 151.
[6] Mohamad Surya, Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), cet.
ke-1, hlm. 64.
[7] Tim
LPP-SDM, (ed), “Motivasi”., Ensiklopedi Pendidikan Islam (Pendidik dan
Peserta Didik), Depok: CV Binamuda Ciptakreasi, 2010), jilid 5, hlm.104.
[9] Pius Abdillah
& Anwar Syarifuddin, Kamus Saku
Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arkola), cet. ke-1, hlm. 38.
[14]Mustaqim & Abdul
Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet.
ke-1, hlm.60
[16] Mustaqim & Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2003), cet. ke-1, hlm. 61.
[19] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, cet. ke-1, hlm. 64.
[21] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
cet. ke-15, hlm. 89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya tunggu Komentar anda :