Kamis, 18 April 2013

MOTIVASI BELAJAR




1.    Pengertian Motivasi Belajar

Istilah motivasi berasal dari kata Latin, molvere, yang dalam bahasa Inggris disebut to move yang artinya bergerak. Secara lebih lengkap motivasi berarti proses kejiwaan yang merupakan tujuan dan arah dari setiap perilaku. Motivasi juga diartikan ssebagai objek tindakan seseorang, atau hal yang menggerakkan seseorang untuk bertindak, atau niat, satau sesuatu yang memberikan tenaga, mengarah dan memertahankan gelagat (perilaku) manusia, usaha dalaman (inner strivings).[1]
“Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organism baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.”[2]
Menurut James O. Whittaker (Wasty Soemanto: 2006), “motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau member dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.”[3]
Menurut Clifford T. Morgan (Wasty Soemanto: 2006), “motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut ialah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivated states), tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan  tujuan dari tingkah laku tersebut (goals or ends of such behavior).[4]
Frederick J. McDonald mengemukakan bahwa motivasi adalah “perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dari reaksi-reaksi mencapai tujuan”[5]
“Motivasi dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu.”[6]
Motivasi berbeda dengan motif. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Motiv masih bersifat potensial, sedangkan aktualisasinya dinamakan motivasi, serta pada umumnya diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata, jadi motivasi adalah keinginan, atau dorongan. Motivasi adalah unsure penentu yang mempengaruhi perilaku yang terdapat dalam setiap individu. Motivasi juga merupakan daya penggerak aktif, yang terjadi pada saat tertentu, terutama jika kebutuhan untuk mencapai tujuan dirasakan atau mendesak.[7]
Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan demikian motivasi mempunyai tiga aspek. Pertama, keadaan tergolong dalam diri organism (a driving state), yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan. Misalnya, kebutuhan jasmani, karena lingkungan, atau karena keadaan mental seperti berfikir dan ingatan. Kedua, perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini. Ketiga, goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.[8]
Adapun mengenai pengertian belajar, menurut Kamus Bahasa Indonesia, belajar artinya berusaha, berlatih untuk mendapat pengetahuan.[9]
James O. Wittaker mendefinisikan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman, “Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience.”[10]
Senada dengan pengertian di atas, Cronbach mengemukakan bahwa “Learning is shown by change in behavior as a result of experience”, (Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman).[11]
Disamping itu, Howard L. Kingsley mengemukakan, “Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training,”artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.[12]
Menurut Thorndike, “belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi.[13]
Belajar adalah usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi atau situasi-situasi di sekitar kita.[14] Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut aliran Behaviourisme.
Bagi aliran Psycho refleksiologi, belajar dipandangnya sebagai usaha untuk membentuk reflek-reflek baru. Bagi aliran ini belajar adalah perbuatan yang berwujud rentetan dengan gerak reflek itu dapat menimbulkan reflek-reflek buatan.[15]
Belajar adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Pendapat ini dikemukakan oleh para ahli psikologi assosiasi. Peristiwa belajar dipandangnya sebagai peristiwa menghadapi masalah-masalah berdasarkan tanggapan-tanggapan yang telah ada. Orang mendapatkan hubungan antara tanggapan-tanggapan itu dan hubungan antara tanggapan-tanggapan dengan obyek yang dipecahkan.[16]
Belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif di sini ialah, bukan hanya aktivitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental, seperti proses berpikir, mengingat dan sebagainya. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para ahli psikologi Gestalt.[17]
Belajar adalah usaha untuk mengatasi ketegangan-ketegangan psikologis. Bila orang ingin mencapai tujuan, dan ternyata mendapat rintangan, maka hal ini menimbulkan ketegangan. Ketegangan itu baru bisa berkurang bila rintangan itu diatasi, dan usaha mengatasi inilah yang dinamakan belajar. Pendapat ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut psikologi – dalam atau mereka yang bergerak dalam lapangan psikologi klinis.[18]
Disamping itu, menurut Skinner yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology The Teaching Learning Process berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[19]
Sedangkan Hintzman dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory berpendapat learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior artinya belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.[20]
Senada dengan pengertian di atas, Witting dalam bukunya Psychology Of Learning mendefinisikan bahwa belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.[21]
Adapun Reber dalam kamus susunannya yaitu Dictionary Of Psychology, membatasi belajar dengan dua macam definisi, yaitu :
a.    Belajar adalah the process of acquiring knowledge yakni proses memperoleh pengetahuan
b.    Belajar adalah a relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif tetap sebagai hasil praktik yang diperkuat.
Disamping itu, Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “…acquisition of any relativey permanent change in behavior as a result of practice and experience” (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a result of special practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus).[22]
Lain halnya dengan Biggs dalam pendahuluan Teaching for Learning: The View from Cognitive Psychology mendefiniskan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu :
a.    Secara kuanitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak – banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa
b.    Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi – materi yang telah ia pelajari ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar aka semakin baik pula utu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor.
c.    Secara kualitatif (tinjauan mutu), belajar adalah proses memperoleh arti – arti dan pemahaman – pemahaman serta cara – cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah – masalah yang dihadapi siswa.[23]
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

2.    Tujuan dan Fungsi Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu.
Adapun fungsi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha atau kegiatan seseorang. Motivasi berkaitan dengan tujuan/maksud. Motivasi mempengaruhi adanya kegiatan, sehingga ada 3 (tiga) fungsi motivasi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.    Mendorong manusia untuk berbuat
b.    Menentukan arah perbuatan
c.    Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan secara serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

3.    Jenis-jenis Motivasi
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi intrinsic; 2) motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik, adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsic siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi, baik bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan bersemangatnya siswa dalam melakukan proses mempelajari materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

4.    Teori Motivasi
Ada beberapa teori yang dapat menggambarkan tentang bagaimana motivasi yang sebenarnya.
a.    Teori Hedonisme
Menurut pandangan hedonism, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan. Oleh karena itu, setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih alternative pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan daripada yang mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan, dan sebagainya.
b.    Teori Naluri
Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok, yang dalam hal ini disebut juga naluri yaitu : (a) dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri, (b) dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri, (c) dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan jenis. Menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
c.    Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan.
d.   Teori Daya Pendorong
Teori ini merupakan perpaduan antara “teori naluri” dengan “teori reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
e.    Teori Kebutuhan (A. Maslow)
Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adlah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.
f.     Teori Motif Berprestasi
Pelopor teori ini adalah McClelland, menurut teori ini perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk berprestasi sebaik mungkin dalam mencapai tujuan.
g.    Teori Penguatan (Skinner)
Menurut teori ini, kuat atau lemahnya dorongan bagi seseorang melakukan suatu tindakan tergantung pada faktor-faktor yang memperkuat atau memperlemah dari hasil tindakannya. Prinsip ini oleh Skinner disebut sebagai operant conditioning

5.    Prinsip-prinsip Motivasi
Beberapa konsep dan teori yang telah dikemukakan di atas, dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mewujudkan berbagai upaya memberikan motivasi. Berdasarkan hal itu, beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan adalah antara lain :
a.    Prinsip kompetisi
Yang dimaksud dengan prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar pribadi.
b.    Prinsip pemacu
Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, peringatan, percontohan, dsb..
c.    Prinsip ganjaran dan hukuman
Ganjaran yang diterima oleh seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk melakukan tindakan yang dilakukan. Setiap unjuk kerja yang baik apabila diberikan ganjaran yang memadai, cenderung akan meningkatkan motivasi. Demikian pula hukuman yang diberikan dapat menimbulkan motivasi untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan hukuman itu. Hal yang harus diingat adalah agar ganjaran dan hukuman itu dapat diterapkan secara tepat agar benar-benar dirasakan oleh yang bersangkutan sehingga dapat memberikan motivasi.
d.    Kejelasan dan kedekatan tujuan
Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan maka akan makin mendorong seseorang melakukan tindakan.
e.    Pemahaman hasil
Hasil yang dicapai seseorang merupakan balikan dari upaya yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perasaan sukses yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara dan meningkatkan unjuk kerjanya lebih lanjut.
f.      Pengembangan minat
Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adalah bahwa motivasi seseorang cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam melakukan tindakannya.
g.    Lingkungan yang kondusif
Lingkungan kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, social maupun psikologis dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. 

6.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Berbagai macam faktor yang mempengaruhi motivasi belajar diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Faktor Keluarga
. Orang tua yang mempunyai pengaruh yang baik akan menimbulkan persepsi yang positif dan menumbuhkan semangat dan motivasi untuk belajar. Pengaruh orang tua dapat berupa pemberian latihan dan contoh perbuatan belajar, keakraban orang tua dan anak serta kesesuaian antara harapan orang tua dengan kemampuan anak
b.    Faktor sekolah atau lingkungan sekolah
Suasana di sekolah juga penting dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Pembentukan motivasi belajar di sekolah ditentukan oleh guru, karyawan, sekolah dan lingkungan sekolah. Penyediaan fasilitas yang diperlukan juga akan sangat membantu pembentukan motivasi belajar siswa, seperti perpustakaan dan laboratorium. Adanya persepsi yang positif terhadap lingkungan (fisik dan sosial) akan memudahkan siswa belajar dengan baik karena lingkungan dianggap dapat memberikan dukungan terhadap proses belajar.
c.    Faktor masyarakat
Usaha membangkitkan motivasi belajar juga menjadi tugas pemerintah dan masyarakat. Misalnya dengan mengadakan taman bacaan/ perpusatakaan dengan koleksi referensi yang bermutu, penyelenggaraan pendidikan praktis di televisi dan sebagainya.

7.    Karakteristik Motivasi Belajar
          Ada tiga karakteristik motivasi belajar dalam diri siswa, yaitu :
a.    Minat dalam Belajar, siswa yang memiliki motivasi belajar yang kuat akan menampakkan minat yang besar untuk belajar. Siswa akan tertarik dengan pelajaran-pelajaran yang diterimanya disekolah dan selalu berusaha mempelajarinya kembali.
b. Konsentrasi terhadap Pelajaran, siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan senantiasa mengkonsentrasikan pikirannya pada pelajarannya di sekolah, konsentrasinya tidak terpecah pada hal-hal di luar sekolah.
c.    Ketekunan dalam belajar, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi menunjukkan adanya ketekunan dalam belajar serta tidak mudah putus asa dalam hal belajar.


[1] LPP-SDM, (ed), “Motivasi”., Ensiklopedi Pendidikan Islam (Pendidik dan Peserta Didik), Depok: CV Binamuda Ciptakreasi, 2010), jilid 5, hlm.103.
[2] Tim Muhuibbin Syah, Psikologo Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), cet. ke-1, hlm. 151.
[3] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. Ke-5, hlm. 205.
[4] Ibid., hlm. 206
[5] Ibid.
[6] Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), cet. ke-1, hlm. 64.
[7] Tim LPP-SDM, (ed), “Motivasi”., Ensiklopedi Pendidikan Islam (Pendidik dan Peserta Didik), Depok: CV Binamuda Ciptakreasi, 2010), jilid 5, hlm.104.
[8] Ibid.
[9] Pius Abdillah &  Anwar Syarifuddin, Kamus Saku Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arkola), cet. ke-1, hlm. 38.

[10] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. ke-5, hlm. 104.

[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14]Mustaqim & Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet. ke-1, hlm.60
[15] Ibid., hlm. 61.
[16] Mustaqim & Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet. ke-1, hlm. 61.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, cet. ke-1, hlm. 64.
[20] Ibid.
[21] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet. ke-15, hlm. 89.
[22] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007), cet. ke-1, hlm. 65.
[23] Ibid., hlm. 67.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya tunggu Komentar anda :

Cari Blog Ini